Resiko beli apapun pasti ada termasuk beli rumah, resiko terbesar adalah Rumah tidak jadi di bangun dengan berbagai kondisi meskipun pembayaran sudah lunas. Walaupun cukup jarang terjadi. Untuk menghindarinya, cara paling tepat adalah dengan memilih developer Perumahan yang dapat dipercaya dan mempunyai reputasinya baik.
Proses pembangunan rumah terlambat, tidak sesuai dengan target waktu yang dijanjikan dalam perjanjian. Ini risiko yang paling sering terjadi. Usahakan terdapat klausul dalam perjanjian yang mengatur denda atau konskwensi jika developer terlambat menyerahkan rumah.
Pembangunan Rumah selesai tepat waktu tapi dengan spesifikasi yang tidak sesuai standar atau buruk. Developer perumahan biasanya memberikan masa retensi atau garansi selama 3 bulan setelah serah terima dilakukan. Ini amat penting karena namanya pembangunan rumah pasti ada saja kekurangan-kekurangan yang terjadi, misalkan ada kebocoran, retak-retak, cat tidak rata dan lain-lain, bisa di perbaiki. Selama masa retensi atau garansi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak developer perumahan. Pastikan semuanya tertulis di perjanjian.
Untuk mengurangi resiko tersebut ada baiknya anda meluangkan waktu untuk memantau proses pembangunan, ini sangat membantu anda mengetahui step by step pembagunan rumah anda, sehingga anda bisa memastikan kualitas bangunan rumah yang anda beli.
Mengingat sejumlah risiko tersebut, anda sebagai pembeli perlu mempelajari dengan seksama kewajiban Developer perumahan jika terjadi wanprestasi.
Kewajiban developer perumahan biasanya diatur secara jelas dalam perjanjian jual beli.
Ketika akad kredit beli rumah anda sebaiknya Baca perjanjian dengan teliti supaya ketika muncul masalah bisa dengan cepat mengambil langkah yang diperlukan. Sebelum menandatangani berita acara serah terima rumah, periksa dengan teliti bahwa rumah yang akan Anda terima sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).
Ketika anda beli rumah secara inden maka akad kredit yang di lakukan adalah PPJB, jadi Anda harus mengalihkan status dari PPJB menjadi AJB secepat mungkin.
Perlu di ketahui Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain.
AJB dengan developer perumahan adalah bukti legal bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih ke anda sebagai pembeli. Jika belum melakukannya, hak atas tanah dan bangunan masih di developer perumahan.
Sesuai Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, AJB atas tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT, untuk bisa AJB, ada hal-hal berikut yang harus terpenuhi:
Bangunan rumah telah selesai dibangun dan siap dihuni.
Pembeli telah membayar lunas seluruh harga tanah dan bangunan rumah, beserta pajak dan biaya-biaya lainnya yang terkait dengan itu.
Permohonan Hak Guna Bangunan atas tanah sudah selesai diproses, dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama penjual.
Gampangnya, jika rumah sudah jadi, segera minta dilakukan AJB dengan developer.
AJB harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara hukum Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan.
Sebelum AJB dilakukan, PPAT akan melakukan beberapa langkah, yaitu:
Pemeriksaan sertifikat ke BPN. Pemeriksaan bertujuan mengetahui bahwa objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita atau blokir dari pihak lain. Dimana jika ada catatan di dalam buku tanah yang ada di BPN maka penjual berkewajiban terlebih dahulu untuk menbersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli tidak bisa dilaksanakan.
Menyerahkan SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak.
Kemudian Setelah AJB selesai, pembeli mendapatkan sertifikat SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) atas nama anda dari pengembang.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa developer sebagai badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status Hak Milik (SHM). Developer hanya bisa memiliki tanah serta bangunan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).
Disarankan untuk secepatnya anda mengubah SHGB ke SHM supaya kedepan anda tidak repot-repot bolak-balik ke BPN untuk memperpanjang HGB.
Tidak seperti SHM yang memberikan hak milik selamanya, HGB memiliki jangka waktu.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (“SHGB”) hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.
Jadi dengan HGB, Anda paling lama bisa mendirikan bangunan 50 tahun. Lewat itu hak atas tanah tersebut dihapus karena tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh Negara.
Oleh sebab itu, setelah proses AJB rampung, Anda harus mengubah sertifikat menjadi SHM.
Ada developer yang langsung mengurus peningkatan hak menjadi SHM setelah dilakukan AJB, namun tak jarang developer mempersilahkan konsumen sendiri yang mengurus peningkatan hak tersebut.
Sesuai Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat SHM, sbb:
Pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada.
Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
SHGB asli
Copy IMB
Copy SPPT PBB tahun terakhir
Identitas diri
Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan Membayar uang pemasukan kepada Negara.
Selain resiko di atas ada baiknya kita bahas juga bagaimana cara beli rumah yang baik.
- Pertama beli rumah sesuai kemampuan, banyak diantara kita sering membeli sesuatu hanya mempertimbangkan gaya hidup, dan pada akhirnya kelabakan di tengah jalan.
- Kedua, Ketahuilah biaya-biaya beli rumah, seperti biaya kpr, bphtb, sampai biaya perawatan rumah dan lain-lain.
- Ketiga, Pertimbangkan baik-baik saat beli rumah, jangan terlalu cepat ambil keputusan, banyak di antara kita Tidak mempertimbangkan secara matang ketika akan membeli rumah. Hanya karena promo developer perumahan atau hal lain.
- Keempat, Perbanyak referensi. Sangat di sarankan kita perbanyak informasi baik tentang rumah yang akan di beli, artinya kunjungi sebanyak mungkin perumahan di lokasi yang anda pilih sehingga anda tahu kelebihan dan kekurangan masing-masing perumahan. Dan juga yang tidak kalah penting perbanyak informasi apa aja yang perlu di perhatikan ketika beli rumah, mulai proses booking fee sampai serah terima rumah.
Comments
Post a Comment